KOMUNISME
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah
SWT.bahwa penulis telah menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Negara dengan
membahas tentang komunisme di Indonesia dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit
hambatan yang saya hadapi. Namun saya menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang
tua, teman, serta Allah SWT. Sehingga kendala-kendala yang saya hadapi
teratasi.
Saya menyadari bahwa di Indonesia ini masih terdapat
praktek diskriminasi pada etnis Tiong Hoa, dan tentunya hal ini dikarenakan
dikait – kaitkannya dengan komunisme yang ada di Cina serta saya melihat ini
sebagai pengekangan perkembangan demokrasi di Indonesia.Segala sesuatu yang
berbau Cina disangkut pautkan dengan komunisme, tentu saya merasa prihatin dan
sedih dengan kondisi seperti ini.Pemerintah seharusnya bisa menolelir situasi
seperti ini, bila tidak apalah artinya ‘Bhineka Tunggal Ika’?Melihat dari fakta
yang ada saya merasa tertarik untuk membahas tentang komunisme di Indonesia
melalui makalah ini.Saya berharap para pembaca dapat memperoleh manfaat positif
dari makalah yang saya buat ini dan saya meminta maaf apabila banyak kekurangan
dari makalah yang saya buat ini.
2
Daftar Isi
Kata pengantar 1
Daftar isi 2
Pendahuluan 3
Latar belakang masalah 4
Perumusan masalah 5
Kesimpulan 6
Saran 7
Komunisme adalah sebuah ideologi.
Penganut paham ini berasal dari Manifest der Kommunistischen yang
ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich
Engels, sebuah manifesto
politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari1848
teori mengenai komunis sebuah analisis pendekatan kepada perjuangan
kelas (sejarah dan masa kini) dan ekonomi
kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi salah satu
gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik.
Komunisme
pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap paham kapitalisme di
awal abad
ke-19, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh dan
pekerja tani
hanyalah bagian dari produksi dan
yang lebih mementingkan kesejahteraan
ekonomi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya,
muncul beberapa faksiinternal
dalam komunisme antara penganut komunis teori dan komunis revolusioner yang
masing-masing mempunyai teori dan cara perjuangan yang berbeda dalam pencapaian
masyarakat
sosialis untuk menuju dengan apa yang disebutnya sebagai masyarakat
utopia.
Latar belakang sejarah
Sebelum Revolusi Indonesia
Gerakan Awal PKI
Partai
ini didirikan atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada
1914,
dengan namaIndische
Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) (atau Persatuan
Sosial Demokrat Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri
atas 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh
Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia
Belanda [1]
Pada
Oktober 101 SM ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, "Het
Vrije Woord" (Kata yang Merdeka).Editornya adalah Adolf
Baars.
Pada
saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia.Pada saat itu,
ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga
orang yang merupakan warga pribumi Indonesia.Namun demikian, partai ini dengan
cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis.Di bawah pimpinan Sneevliet
partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang
menjauhkan diri dari ISDV.Pada 1917,
kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri,
yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada
1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu, "Soeara
Merdeka".
Di
bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober
seperti yang terjadi di Rusia
harus diikuti Indonesia.Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara
tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia
Belanda.Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam waktu tiga bulan
jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang.Pada akhir 1917, para tentara dan
pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut utama di
Indonesia saat itu, dan membentuk sebuah dewan
soviet.Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet
di Surabaya dan ISDV.Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk
Sneevliet.Para pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi
hukuman penjara hingga 40 tahun.
ISDV
terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah. Organisasi
ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara
Ra’jat. Setelah sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan
paksa, ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat Islam, keanggotaan
organisasi ini pun mulai berubah dari mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas
orang Indonesia
Pembentukan Partai Komunis
Pada
awalnya PKI adalah gerakan yang berasimilasi ke dalam Sarekat Islam.Keadaan
yang semakin parah dimana ada perselisihan antara para anggotanya, terutama di Semarang dan Yogyakarta
membuat Sarekat Islam
melaksanakan disiplin partai. Yakni melarang anggotanya mendapat gelar ganda di
kancah perjuangan
pergerakan indonesia. Keputusan tersebut tentu saja membuat
para anggota yang beraliran komunis kesal dan keluar dari partai dan membentuk
partai baru yang disebut ISDV. Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei1920),
nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia. Semaoen
diangkat sebagai ketua partai.
PKH
adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi bagian dari Komunis
Internasional.Henk Sneevliet
mewakili partai ini pada kongresnya kedua Komunis Internasional pada 1920.
Pada 1924nama
partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Pemberontakan
1926
Pada
November 1926 PKI
memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa
Barat dan Sumatra Barat.PKI
mengumumkan terbentuknya sebuah republik.Pemberontakan
ini dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial.Ribuan orang dibunuh dan
sekitar 13.000 orang ditahan.Sejumlah 1.308 orang, umumnya kader-kader partai,
dikirim ke Boven Digul,
sebuah kamp tahanan di Papua[2].Beberapa
orang meninggal di dalam tahanan.Banyak aktivis politik non-komunis yang juga
menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan
kaum komunis.Pada 1927 PKI
dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda.Karena itu, PKI kemudian
bergerak di bawah tanah.
Rencana
pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama.Yakni di dalam perundingan
rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas oleh Tan
Malaka, salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak
massa terutama di Sumatra. Penolakan tersebut membuat Tan Malaka di
cap sebagai pengikut Leon Trotsky yang
juga sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi Rusia.
Walau begitu, beberapa aksi PKI justru terjadi setelah pemberontakan di Jawa
terjadi. Semisal Pemberontakan
Silungkang di Sumatra.
Pada
masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama
karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan.Pada 1935
pemimpin PKI Moeso kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni
Soviet, untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawh
tanah.Namun Moeso hanya tinggal sebentar di Indonesia.Kini PKI bergerak dalam
berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan
serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara
mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpoenan
Indonesia , yang tak lama kemudian berada di dalam kontrol
PKI [3].
Peristiwa
Madiun 1948
Pada 8
Desember1947
sampai 17
Januari1948
pihak Republik Indonesia dan
pendudukan Belanda
melakukan perundingan yang dikenal sebagai Perundingan
Renville. Hasil kesepakatan perundingan Renville dianggap
menguntungkan posisi Belanda. Sebaliknya,RI menjadi pihak yang dirugikan dengan
semakin sempit wilayah yang dimiliki.Oleh karena itu, kabinet
Amir Syarifuddin diaggap merugikan bangsa, kabinet
tersebut dijatuhkan pada 23 Januari1948. Ia
terpaksa menyerahkan mandatnya kepada presiden dan digantikan kabinet
Hatta.
Selanjutnya
Amir
Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR)
pada 28
Juni1948.Kelompok
politik ini berusaha menempatkan diri sebagai oposisi terhadap pemerintahan
dibawah kabinet Hatta.FDR bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI)
merencanakan suatu perebutan kekuasaan.
Beberapa
aksi yang dijalankan kelompok ini diantaranya dengan melancarkan propaganda
antipemerintah, mengadakan demonstrasi-demonstrasi, pemogokan, menculik dan
membunuh lawan-lawan politik, serta menggerakkan kerusuhan dibeberapa tempat.
Sejalan
dengan peristiwa itu, datanglah Muso
seorang tokoh komunis yang
sejak lama berada di Moskow, Uni
Soviet.Ia menggabungkan diri dengan Amir Syarifuddin untuk
menentang pemerintah, bahkan ia berhasil mengambil alih pucuk pimpinan PKI.
Setelah itu, ia dan kawan-kawannya meningkatkan aksi teror, mengadu domba
kesatuan-kesatuan TNI dan
menjelek-jelekan kepemimpinan Soekarno-Hatta. Puncak aksi PKI adalah
pemberotakan terhadap RI pada 18 September1948 di Madiun, Jawa
Timur.Tujuan pemberontakan itu adalah meruntuhkan negara
RI dan menggantinya dengan negara komunis.Dalam aksi ini beberapa pejabat,
perwira TNI, pimpinan partai, alim ulama dan rakyat yang dianggap musuh dibunuh
dengan kejam.Tindakan kekejaman ini membuat rakyat marah dan mengutuk
PKI.Tokoh-tokoh pejuang dan pasukan TNI memang sedang menghadapi Belanda,
tetapi pemerintah RI mampu bertindak cepat. Panglima Besar Soedirman
memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa
Tengah dan Kolonel Sungkono di
Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan pemberontakan PKI. Pada 30
September 1948, Madiun dapat diduduki kembali oleh TNI dan polisi.
Dalam operasi ini Muso berhasil ditembak mati sedangkan Amir Syarifuddin dan
tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Bangkit
kembali
Pada 1950, PKI
memulai kembali kegiatan penerbitannya, dengan organ-organ utamanya yaitu Harian
Rakjat dan Bintang
Merah.Pada 1950-an, PKI
mengambil posisi sebagai partai nasionalis di bawah pimpinan D.N.
Aidit, dan mendukung kebijakan-kebijakan anti kolonialis
dan anti Barat yang diambil oleh Presiden Soekarno. Aidit dan kelompok di
sekitarnya, termasuk pemimpin-pemimpin muda seperti Sudisman, Lukman, Njoto dan Sakirman,
menguasai pimpinan partai pada 1951.
Pada saat itu, tak satupun di antara mereka yang berusia lebih dari 30 tahun.
Di bawah Aidit, PKI berkembang dengan sangat cepat, dari sekitar 3.000-5.000
anggota pada 1950,
menjadi 165
000
pada 1954 dan
bahkan 1,5 juta pada 1959[4]
Pada
Agustus 1951, PKI memimpin serangkaian pemogokan militan, yang diikuti oleh
tindakan-tindakan tegas terhadap PKI di Medan dan Jakarta.Akibatnya,
para pemimpin PKI kembali bergerak di bawah tanah untuk sementara waktu.
Pemilu
1955
Pada Pemilu
1955, PKI menempati tempat ke empat dengan 16% dari
keseluruhan suara.Partai ini memperoleh 39 kursi (dari 257 kursi yang
diperebutkan) dan 80 dari 514 kursi di Konstituante.
Pada
Juli 1957,
kantor PKI di Jakarta
diserang dengan granat.
Pada bulan yang sama PKI memperoleh banyak kemajuan dalam pemilihan-pemilihan
di beberapa kota. Pada September 1957, Masjumi
secara terbuka menuntut supaya PKI dilarang [5].
Pada 3
Desember 1957, serikat-serikat buruh yang pada umumnya
berada di bawah pengaruh PKI, mulai menguasai perusahaan-perusahaan milik
Belanda. Penguasaan ini merintis nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan yang
dimiliki oleh asing.Perjuangan melawan para kapitalis
asing memberikan PKI kesempatan untuk menampilkan diri sebagai sebuah partai
nasional.
Pada
Februari 1958
terjadi sebuah upaya koreksi terhadap kebijakan Sukarno yang mulai condong ke
timur di kalangan militer dan politik sayap kanan.Mereka juga menuntut agar
pemerintah pusat konsisten dalam melaksanakan UUDS 1950, selain itu pembagian
hasil bumi yang tidak merata antara pusar dan daerah menjadi pemicu. Gerakan
yang berbasis di Sumatera dan Sulawesi,
mengumumkan pada 15 Februari 1958
telah terbentuk Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI). Pemerintahan yang disebut revolusioner ini
segera menangkapi ribuan kader PKI di wilayah-wilayah yang berada di bawah
kontrol mereka.PKI mendukung upaya-upaya Soekarno untuk memadamkan gerakan ini,
termasuk pemberlakuan Undang-Undang Darurat.Gerakan ini pada akhirnya berhasil
dipadamkan.
Pada 1959, militer
berusaha menghalangi diselenggarakannya kongres PKI.Namun demikian, kongres ini
berlangsung sesuai dengan jadwal dan Presiden Soekarno sendiri memberi angin
pada komunis dalam sambutannya.Pada 1960,
Soekarno melancarkan slogan Nasakom yang
merupakan singkatan dari Nasionalisme, Agama, dan
Komunisme.Dengan
demikian peranan PKI sebagai mitra dalam politik Soekarno dilembagakan. PKI
membalasnya dengan menanggapi konsep Nasakom secara positif, dan melihatnya
sebagai sebuah front bersatu yang multi-kelas.
Dengan
berkembangnya dukungan dan keanggotaan yang mencapai 3 juta orang pada 1965, PKI
menjadi partai komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT.
Partai itu mempunyai basis yang kuat dalam sejumlah organisasi massa, seperti
SOBSI (Sentral
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda
Rakjat, Gerwani, Barisan
Tani Indonesia (BTI), Lembaga
Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan Himpunan
Sardjana Indonesia (HSI). Menurut perkiraan seluruh
anggota partai dan organisasi-organisasi yang berada di bawah payungnya mungkin
mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia.
Pada
Maret 1962, PKI
bergabung dengan pemerintah.Para pemimpin PKI, Aidit dan Njoto, diangkat
menjadi menteri penasihat.Pada bulan April
1962, PKI menyelenggarakan kongres partainya. Pada 1963,
pemerintah Malaysia, Indonesia dan Filipina
terlibat dalam pembahasan tentang pertikaian wilayah dan kemungkinan tentang
pembentukan sebuah Konfederasi
Maphilindo, sebuah gagasan yang dikemukakan oleh
presiden Filipina, Diosdado Macapagal. PKI
menolak gagasan pembentukan Maphilindo dan
federasi Malaysia.Para
anggota PKI yang militan menyeberang masuk ke Malaysia dan terlibat dalam
pertempuran-pertempuran dengan pasukan-pasukan Inggris dan Australia. Sebagian
kelompok berhasil mencapai Malaysia lalu bergabung dalam perjuangan di sana.
Namun demikian kebanyakan dari mereka ditangkap begitu tiba.
Salah satu hal yang sangat aneh yang dilakukan PKI adalah dengan diusulkannya Angkatan ke-5 yang terdiri dari buruh dan petani, kemungkinan besar PKI ingin mempunyai semacam militer partai seperti Partai Komunis Cina dan Nazi dengan SS nya. Hal inilah yang membuat TNI AD merasa khawatir takut adanya penyelewengan senjata yang dilakukan PKI dengan "tentaranya".
Alasan
utama tercetusnya peristiwa G30S disebabkan sebagai suatu upaya pada melawan
apa yang disebut "rencana Dewan Jenderal hendak melakukan coup d‘etat
terhadap Presiden Sukarno“.
Aktivitas
PKI dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang Peristiwa G30S,
makin agresif. Meski pun tidak langsung menyerang Bung Karno, tapi serangan
yang sangat kasar misalnya terhadap apa yang disebut "kapitalis birokrat“[April
2010] terutama yang bercokol di
perusahaan-perusahaan negara, pelaksanaan UU Pokok Agraria yang tidak menepati
waktunya sehingga melahirkan "Aksi Sepihak“ dan istilah "7 setan
desa“[April
2010], serta serangan-serangan terhadap
pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang dianggap hanya bertitik berat kepada
"kepemimpinan“-nya dan mengabaikan "demokrasi“-nya[April
2010], adalah pertanda meningkatnya rasa
superioritas PKI[April
2010], sesuai dengan statementnya yang
menganggap bahwa secara politik, PKI merasa telah berdominasi.[April
2010] Anggapan bahwa partai ini
berdominasi,pada akhirnya tidak lebih dari satu ilusi.[April
2010]
Ada
pun Gerakan 30 September 1965,
secara politik dikendalikan oleh sebuah Dewan Militer yang diketuai oleh D.N.
Aidit dengan wakilnya Kamaruzzaman
(Syam), bermarkas di rumah sersan (U) Suyatno di
komplek perumahan AURI, di Pangkalan Udara Halim. Sedang operasi militer
dipimpin oleh kolonel A.
Latief sebagai komandan SENKO (Sentral Komando) yang
bermarkas di Pangkalan Udara Halim dengan kegiatan operasi dikendalikan dari
gedung PENAS (Pemetaan Nasional), yang juga instansi AURI dan dari Tugu MONAS
(Monumen Nasional). Sedang pimpinan gerakan, adalah Letkol.Untung
Samsuri.
Menurut
keterangan, sejak dicetuskannya gerakan itu, Dewan Militer PKI mengambil alih
semua wewenang Politbiro, sehingga instruksi politik yang dianggap sah,
hanyalah yang bersumber dari Dewan Militer. Tapi setelah nampak bahwa gerakan
akan mengalami kegagalan, karena mekanisme pengorganisasiannya tidak berjalan
sesuai dengan rencana, maka dewan ini tidak berfungsi lagi. Apa yang dikerjakan
ialah bagaimana mencari jalan menyelamatkan diri masing-masing. Aidit dengan
bantuan AURI, terbang ke Yogyakarta, sedang Syam segera menghilang dan tak bisa
ditemui oleh teman-temannya yang memerlukan instruksi mengenai gerakan
selanjutnya.
Antara
kebenaran dan manipulasi sejarah. Dalam konflik penafsiran dan kontroversi
narasi atas Peristiwa 30 September 1965 dan peranan PKI, klaim kebenaran
bagaikan pendulum yang berayun dari kiri ke kanan dan sebaliknya, sehingga
membingungkan masyarakat, terutama generasi baru yang masanya jauh sesudah
peristiwa terjadi. Tetapi perbedaan versi kebenaran terjadi sejak awal segera
setelah terjadinya peristiwa.
Di
tingkat internasional, Kantor Berita RRC (Republik Rakyat Cina), Xinhua,
memberikan versi bahwa Peristiwa 30 September 1965 adalah masalah internal
Angkatan Darat Indonesia yang kemudian diprovokasikan oleh dinas intelijen
Barat sebagai upaya percobaan kudeta oleh PKI.
Presiden
Soekarno pun berkali-kali melakukan pembelaan bahwa PKI tidak terlibat dalam
peristiwa sebagai partai melainkan karena adanya sejumlah tokoh partai yang
keblinger dan terpancing oleh insinuasi Barat, lalu melakukan
tindakan-tindakan, dan karena itu Soekarno tidak akan membubarkan PKI.
Kemudian, pimpinan dan sejumlah perwira Angkatan Darat memberi versi
keterlibatan PKI sepenuhnya, dalam penculikan dan pembunuhan enam jenderal dan
seorang perwira pertama AD pada tengah malam 30 September menuju dinihari 1
Oktober 1965.Versi ini segera diterima secara umum sesuai fakta kasat mata yang
terhidang dan ditopang pengalaman buruk bersama PKI dalam kehidupan sosial dan
politik pada tahun-tahun terakhir.Hanya saja harus diakui bahwa sejumlah
perwira penerangan telah menambahkan dramatisasi artifisial terhadap kekejaman,
melebihi peristiwa sesungguhnya (in factum).Penculikan dan kemudian pembunuhan
para jenderal menurut fakta memang sudah kejam, tetapi dramatisasi dengan
pemaparan yang hiperbolis dalam penyajian, telah memberikan efek mengerikan
melampaui batas yang mampu dibayangkan semula.Dan akhirnya, mengundang
pembalasan yang juga tiada taranya dalam penumpasan berdarah antar manusia di
Indonesia.
Setelah
berakhirnya masa kekuasaan formal Soeharto,
muncul kesempatan untuk menelaah bagian-bagian sejarah –khususnya mengenai
Peristiwa 30 September 1965 dan PKI yang dianggap kontroversial atau mengandung
ketidakbenaran.Kesempatan itu memang kemudian digunakan dengan baik, bukan saja
oleh para sejarawan dalam batas kompetensi kesejarahan, tetapi juga oleh mereka
yang pernah terlibat dengan peristiwa atau terlibat keanggotaan PKI. Bila
sebelum ini penulisan versi penguasa sebelum reformasi banyak dikecam karena di
sana sini mengandung unsur manipulasi sejarah, ternyata pada sisi sebaliknya di
sebagian kalangan muncul pula kecenderungan manipulatif yang sama yang
bertujuan untuk memberi posisi baru dalam sejarah bagi PKI, yakni sebagai
korban politik semata. Pendulum sejarah kali ini diayunkan terlalu jauh ke
kiri, setelah pada masa sebelumnya diayunkan terlalu jauh
ke kanan.
5
Perumusan
Masalah
Terdapat
sejumlah nuansa berbeda yang harus bisa dipisahkan satu sama lain dengan cermat
dan arif, dalam menghadapi masalah keterlibatan PKI pada peristiwa-peristiwa
politik sekitar 1965. Bahwa sejumlah tokoh utama PKI terlibat dalam Gerakan 30
September 1965 dan kemudian melahirkan Peristiwa 30 September 1965 –suatu
peristiwa di mana enam jenderal dan satu perwira pertama Angkatan Darat diculik
dan dibunuh– sudah merupakan fakta yang tak terbantahkan. Bahwa ada usaha
merebut kekuasaan dengan pembentukan Dewan Revolusi yang telah mengeluarkan
sejumlah pengumuman tentang pengambilalihan kekuasaan, kasat mata, ada
dokumen-dokumennya. Bahwa ada lika-liku politik dalam rangka pertarungan
kekuasaan sebagai latar belakang, itu adalah soal lain yang memang perlu lebih
diperjelas duduk masalah sebenarnya, dari waktu ke waktu, untuk lebih mendekati
kebenaran sesungguhnya. Proses mendekati kebenaran tak boleh dihentikan. Bahwa
dalam proses sosiologis berikutnya, akibat dorongan konflik politik maupun
konflik sosial yang tercipta terutama dalam kurun waktu Nasakom 1959-1965,
terjadi malapetaka berupa pembunuhan massal dalam perspektif pembalasan dengan
anggota-anggota PKI terutama sebagai korban, pun merupakan fakta sejarah. Ekses
telah dibalas dengan ekses, gejala diperangi dengan gejala.
Pemberontakan G
30/S/PKI, 34 tahun lalu, merupakan ancaman serius terhadap
Pancasila
sebagai ideologi negara, karena pemberontakan itu dinilai
bertujuan untuk
menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.
Oleh karena
itu, Orde Baru merasa 'trauma' atas tragedi berdarah tersebut
sehingga secara
resmi negara pun melarang keras penyebaran paham komunis di
Indonesia.
Kebijakan penguasa Orde Baru dalam mengikis habis paham komunis
di Tanah Air
mendapat dukungan dari masyarakat. Rupanya sebagian besar
rakyat waktu
itu tetap memilih setia kepada Pancasila sebagai idelogi
negara.
Namun persoalan
muncul ketika kebijakan atau tindakan represif pemerintah
Orde Baru
terhadap OKNUM dan KELUARGA orang-orang yang terlibat
pemberontakan G
30/S/PKI itu ditinjau dari sisi penghargaan terhadap
hak-hak asasi
manusia (HAM). Orang di jaman sekarang
mungkin bisa menilai
bahwa tindakan
penguasa Orde Baru terhadap oknum dan keluarga yang terlibat
dalam
organisasi terlarang, semacam komunis, tergolong tak manusiawi.
Pemerintah
dalam mengatasi paham komunis justru seringkali menghadapinya
dengan
cara-cara yang melanggar HAM, seperti mematikan hak-hak tertentu
sebagai warga
negara sehingga mempunyai keterbatasan hak dibandingkan
dengan warga
negara lainnya. Pembatasan hak itu ialah
tidak boleh
mendaftar jadi
Pegawai Negeri Sipil maupun ABRI hingga beberapa turunan.
Oleh karena itu,
setiap proses perekrutan anggota PNS dan ABRI harus
menunjukkan
surat tanda bukti bersih diri dari pejabat yang berwenang.
Mengapa itu
terjadi ?. Kemungkinan penguasa Orde Baru terlalu takut
berlebihan
terhadap bahaya laten komunis. Hal ini
terbukti; dilarang keras
menyebarkan
paham komunis di Indonesia, bahkan
literatur-literatur berbau
komunis tidak
boleh dipergunakan di kampus. Organisasi-organisasi yang
dianggap
"berhaluan" komunis dilarang.
Tetapi yang
lebih parah lagi ialah ketika rezim Orde Baru menggeser hakekat
perjuangan
mempertahankan Ideologi Pancasila menjadi perjuangan untuk
mempertahankan
kekuasaan semata. Perilaku orang-orang
yang dianggap
berseberangan
dengan pemerintah selalu dibenturkan dengan persoalan
ideologi yang
diawali dengan proses stigmatisasi (cap), misalnya tuduhan
GPK, PKI, OTB
(organisasi tanpa bentuk), dan sebagainya, sehingga dengan
mudahnya bisa
dijerat dengan UU Subversi. Pihak-pihak
yang yang mengkritik
lebijakan
menyimpang maupun pihak yang bermaksud memperjuangkan demokrasi
dan HAM menjadi
sasaran stigmatisasi tersebut. Kita masih mengingat kasus
Sri Bintang
Pamungkas, kasus Moctar Pakpahan, kasus PRD (Budiman Sujatmiko
dan
kawan-kawan), penangkapan dan penahanan para aktivis mahasiswa, dan
sebagainya.
Yang menjadi
persoalan sekarang ialah mengenai bagaimana relevansi
penggunaan
cara-cara kekerasan/represif, sebagaimana diterapkan oleh rezim
Orde Baru,
dalam menanggulangi atau mengatasi paham komunis di Indonesia.
Mengutip
pemikiran dari T.B. Simatupang yang mengatakan
bahwa : sebetulnya
kita harus
berusaha untuk mempelajari marxisme itu
dengan kesungguhan,
sehingga
kita kemudian dapat "mengatasi"nya dalam pemikiran kita.
Dengan
demikian kita akan
berkenalan dengan komunisme,
sedikit banyak
ada unsur-unsur pemikiran
komunis yang diserap
dalam pemikiran
kita, dan selanjutnya kita
sampai kepada kesadaran
bahwa
komunisme itu adalah
ajaran yang keliru".
Jadi, bukan
dengan menjauhi/mengucilkan, apalagi membasmi penganut paham
itu. Implikasi dari pemandangan T.B. Simatupang
ini dapat dijelaskan
bahwa sebenarnya "musuh" utama
bangsa kita saat ini bukan lagi terfokus
kepada paham
komunis, akan tetapi saat ini justru banyak muncul
pemikiran-pemikiran
atau filsafat-filsafat yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai/filsafat
Pancasila.
Paham maupun
filsafat yang melanda dunia saat ini
bukan lagi didominasi
oleh paham
komunisme/marxisme. Justru
sebagian besar paham komunisme
semakin
ditinggalkan orang sehubungan dengan semakin kuatnya paham lain di
luar komunisme
itu sendiri. Begitu banyak filsafat-filsafat yang
sedang
berkembang di dunia saat ini, termasuk filsafat yang
pada dasarnya sangat
bertentangan
dengan ajaran Kekristenan.
Misalnya
paham-paham yang mentolerir seks bebas,
pola hidup materialisme,
hedonisme,
individualisme, relativisme, dan sebagainya.
Bahkan,
akhir-akhir ini
muncul ajaran yang sedang mencuat di masyarakat yakni
ajaran gereja
setan. Ternyata ajaran setan ini sudah
meluas di beberapa
kota di tanah
air, seperti di Manado, Surabaya dan Malang. Paham-paham
semacam
ini jelas sangat bertentangan dengan
ajaran agama dan Pancasila.
Alangkah berbahayanya
jika paham-paham semacam ini
melanda generasi
muda bangsa.
Moralitas
seseorang yang dibangun atas dasar keimanan kepada Tuhan
diharapkan bisa
menangkal segala macam
ajaran-ajaran
yang menyesatkan, termasuk paham komunisme yang tidak sesuai.
Semakin
bermoral berarti ia semakin bisa membedakan
mana
nilai-nilai/ajaran
yang benar/baik dan mana
nilai-nilai yang salah;
atau membedakan
mana
nilai-nilai yang
bisa mensejahterakan manusia
dan mana nilai-nilai
yang bisa merugikan
manusia, termasuk dalam menilai paham-paham yang
sedang
berkembang di masyarakat. Sebaliknya,
bila masyarakat mengalami
krisis keimanan
maka moralitasnya juga bisa diragukan sehingga bisa juga
disebut sebagai
krisis moral. Akibat krisis moral maka
dikhawatirkan
mereka akan
mudah dipengaruhi oleh
nilai-nilai dari luar yang
sebenarnya
bertentangan dengan Pancasila maupun
ajaran agama.
Di sinilah
pentingnya penanaman nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap
individu anak
bangsa agar mampu menghadapi pengaruh nilai-nilai/paham-paham
yang tidak
sesuai dengan Pancasila. Para rohaniawan
diharapkan mampu
membuktikan
kepada umatnya bahwa sesuatu ajaran itu bertentangan dengan
ajaran agama
yang dianut.
Kesimpulan
Indonesia
memang bukan tempat yang tepat bagi komunisme pada masa sekarangini. Tapi apakah benar komunisme adalah sebuah
aib, sebuah cacat yang harus ditutup-tutupi dengan sedemikian rapat agar
generasi muda tidak perlu mengetahui, atau bahkanhanya untuk mendengar istilah tersebut? Benarkah komunisme merupakan
sebuah paham yang mengerikan, yang mengantarkan begitu banyak nyawa
pada penderitaan dankematian? Atau benarkah
komunisme selalu haram, nista, dan patut disingkirkan dari bumi pertiwi agar akhlak masyarakat tetap
terjaga dan musuh-musuh negara tidak bangkit dari kuburnya?Menyikapi semua pertanyaan-pertanyaan itu, mari
kita menengok sebentar ke belakang, ke sebuah cerita sejarah yang panjang
tentang negara tercinta ini. Mari kitatinggalkan sejenak cerita-cerita
pembangunan abad modern yang mengagumkan dansedikit memberikan perhatian kepada
sejarah kemerdekaan bangsa ini. Manusia sudahseharusnya mempertanggungjawabkan
memoria yang mereka miliki agar di kehidupanselanjutnya segala sesuatu dapat
ditindak dengan baik dengan mempelajari kejadian-kejadian di masa
lampau. Hanya sayang, banyak orang-orang kita yang tidak menyadarihal ini.
Idiom ‘yang lalu biarkan berlalu, yang sudah biarkan saja di belakang’,
mungkin bukan suatu peribahasa yang baik untuk dianut kaum intelektual
muda.Sebagaimana kita tahu, perwujudan
komunisme paling nyata di Indonesia padamasa lampau tertuang dalam Partai
Komunis Indonesia (PKI). Partai ini terbentuk darihasil fusi Indische
Social Democratische Vereeniging (ISDV)
dan Sarekat Islam Merahyang merupakan pecahan Sarekat Islam (SI). Partai
ini dibentuk di Semarang pada tahun1920.
Ketika itu, ISDV berganti nama menjadi Partai Komunis Hindia (PKH).Kemudian pada tahun 1924, nama partai ini sekali
lagi diubah menjadi Partai KomunisIndonesia (PKI). Untuk pertama kalinya di
Indonesia, sebuah partai menggunakan kata’Indonesia’ di belakangnya.Sepintas dari perkenalan singkat tentang PKI, ada
satu hal menarik yangseharusnya
mendapat perhatian lebih dari masyarakat: PKI adalah partai pertama
yangmengukuhkan dirinya sebagai partai ’Indonesia’, sebuah partai yang terdiri
dari orang-orang Indonesia sebagai
anggota-anggotanya. Boleh dikatakan, pemberian kata’Indonesia’ pada nama sebuah partai untuk pertama
kalinya oleh PKI merupakan suatu pengakuan
yang berani dan patut diberikan penghargaan lebih oleh setiap orang Indonesia yang merasa
dirinyabenar-benar Indonesia. Tapi,
seberapa banyak orangIndonesia yang mengetahui hal ini dan memberikan
penghargaan yang setimpal?
Saran
Dalam ilmu sosial disebutkan bahwa
ideologi komunisme adalah sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan
bagaimana seharusnya para tokoh bekerja dan menawarkan ringkasan ide-ide itu
kepada masyarakat tertentu. Ideologi komunisme biasanya mengenai diri para
tokoh dan pengikutnya dengan bagaimana mengatur kekuasaan dan bagaimana
seharusnya dilaksanakan. Teori komunis Karl Marx, Friedrich Engels dan pengikut
mereka, sering dikenal dengan marxisme, dianggap sebagai ideologi politik
paling berpengaruh dan dijelaskan lengkap pada abad 20. Contoh ideologi lainnya
termasuk: anarkisme, kapitalisme, komunisme, komunitarianisme, konservatisme,
neoliberalisme, demokrasi kristen, fasisme, monarkisme, nasionalisme, nazisme,
liberalisme, libertarianisme, sosialisme, dan demokrat sosial.
Terlepas dari apakah pencetus ideologi
komunisme ataukah pengikutnya secara sadar ataupun tidak, akan melakukan suatu
aksi atau movement/gerakan baik dalam hal penyebaran ide-ide komunisme sampai
pada gerakan yang bersifat politik yaitu meraih kekuasaan dalam rangka mengatur
kekuasaan sesuai dengan ideologi yang dianutnya. Inilah yang kemudian suatu
ideologi menjadi motor penggerak suatu gerakan atau disebut sebagai gerakan
politik. Merujuk pada gagasan dari presiden Soekarno, setidaknya terdapat tiga
ideologi politik yang mendominasi masyarakat Indonesia, yaitu Nasionalis, Islam
dan Marxis. Maka pada perkembangan sejarah pergerakan Bangsa Indonesia,
identitas ideologi politik lahir dan berkembang seiring dengan lahir dan
berkembangnya organisasi modern yang menjadi penggerak bagi perjuangan
melepaskan belengguh kolonialisasi Belanda, sehingga organisasi politik modern
yang terlahir tidak bisa dipisahkan dengan ideologi politik yang menjadi ciri
identitas politiknya. Sementara Partai Komunis Indonesia/PKI (1920) secara
tegas mengusung ideologi Komunisme, kemudian ideologi ini menyebar luas secara
cepat dan rapi ke seluruh pelosok tanah air dan berakhir sekitar awal tahun 1966.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar