Read more: http://infosinta.blogspot.com/2012/04/cara-unik-agar-potingan-di-blog-tidak.html#ixzz2IhEqsyhT IRRSWG: 2013

Senin, 25 Februari 2013

MATERI ASAS - ASAS HUKUM PIDANADOWNLOAD

MATERI ASAS - ASAS HUKUM PIDANADOWNLOAD

MATERI HUKUM KETENAGAKERJAANdownload

MATERI HUKUM KETENAGAKERJAANdownload

MATERI HUKUM LAUT INTERNASIONAL download

MATERI HUKUM LAUT INTERNASIONAL download

konflik ambalat antara indonesia dengan malaysia download

konflik ambalat antara indonesia dengan malaysia download

Kedaulatan atas wilayah download

Kedaulatan atas wilayah download

MACAM - MACAM DELIK


macam-macam delik (H.A.Abu Ayyub Saleh,t.t:4) adalah:

1. Delik kejahatan adalah rumusan delik yang biasanya disebut delik hukuman, ancaman hukumannya lebih berat;
2. Delik pelanggaran adalah biasanya disebut delik Undang-Undang yang ancaman hukumannya memberiialternative bagi setiap pelanggarnya;
3. Delik formil yaitu delik yang selesai, jika perbuatan yang dirumuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan tanpa melihat akibatnya.
Contoh: Delik pencurian Pasal 362 KUHP, dalam Pasal ini yang dilarang itu selalu justru akibatnya yang menjadi tujuan si pembuat delik;
4. Delik materiil adalah jika yang dilarang itu selalu justru akibatnya yang menjadi tujuan si pembuat delik.
Contoh: Delik pembunuhan Pasal 338, Undang-undang hukum pidana, tidak menjelaskan bagaimana cara melakukan pembunuhan, tetapi yang disyaratkan adalah akibatnya yakni adanya orang mati terbunuh, sebagai tujuan si pembuat/pelaku delik;
5. Delik umum adalah suatu delik yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan diberlakukan secara umum.
Contoh: Penerapan delik kejahatan dalam buku II KUHP misalnya delik pembunuhan Pasal 338 KUHP;
6. Delik khusus atau tindak pidana khusus hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu dalam kualitas tertentu dalam kualitas tertentu, misalnya tindak pidana korupsi, ekonomi, subversi dan lain-lain;
7. Delik biasa adalah terjadinya suatu perbuatan yang tidak perlu ada pengaduan, tetapi justru laporan atau karena kewajiban aparat negara untuk melakukan tindakan;
8. Delik dolus adalah suatu delik yang dirumuskan dilakukan dengan sengaja, contoh Pasal-pasal pembunuhan, penganiayaan dan lain-lain;
9. Delik kulpa yakni perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaiannya, kealpaannya atau kurang hati-hatinya atau karena salahnya seseorang yang mengakibatkan orang lain menjadi korban.

Contoh:
- Seorang sopir yang menabrak pejalan kaki, karena kurang hati-hati menjalankan kendaraannya;
- Seorang buruh yang membuang karung beras dari atas mobil, tiba-tiba jatuh terkena orang lain yang sementara berjalan kaki;
10. Delik berkualifikasi adalah penerapan delik yang diperberat karena suatu keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.


Contoh: Pasal 363 KUHP, pencurian yang dilakukan pada waktu malam, atau mencuri hewan atau dilakukan pada saat terjadi bencana alam dan lain-lain, keadaan yang menyertainya itulah yang memberiatkan sebagai delik pencurian yang berkualifikasi;
11. Delik sederhana adalah suatu delik yang berbentuk biasa tanpa unsur dan keadaan yang memberiatkan.


Contoh: Pasal 362 KUHP, delik pencurian biasa;
12. Delik berdiri sendiri (Zelfstanding Delict) adalah terjadinya delik hanya satu perbuatan saja tanpa ada kelanjutan perbuatan tersebut dan tidak ada perbuatan lain lagi.


Contoh: Seseorang masuk dalam rumah langsung membunuh, tidak mencuri dan memperkosa;
13. Delik berlanjut (Voortgezettelijke Handeling) adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara berlanjut, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan;
14. Delik komisionis adalah delik yang karena rumusan Undang-undang bersifat larangan untuk dilakukan.
Contoh: Perbuatan mencuri, yang dilarang adalah mencuri atau mengambil barang orang lain secara tidak sah diatur dalam Pasal 362 KUHP;
15.Delik omisionis adalah delik yang mengetahui ada komplotan jahat tetapi orang itu tidak melaporkan kepada yang berwajib, maka dikenakan Pasal 164 KUHP, jadi sama dengan mengabaikan suatu keharusan;
16. Delik aduan adalah delik yang dapat dilakukan penuntutan delik sebagai syarat penyidikan dan penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan/korban.


Contoh: Pencurian Keluarga Pasal 367 KUHP;
Delik Penghinaan Pasal 310 KUHP;
Delik Perzinahan Pasal 284 KUHP.






Selasa, 22 Januari 2013

link

http://adf.ly/?id=3119448
http://adf.ly/?id=3119448
http://adf.ly/?id=3119448
http://adf.ly/Hd9j4
http://adf.ly/HePzh
http://adf.ly/HdtQf
http://adf.ly/Hdwqa
http://adf.ly/He054
http://adf.ly/HeLqm
http://adf.ly/HePt0
http://adf.ly/HeQiz
http://adf.ly/HeQn3
http://adf.ly/HeQsH
http://adf.ly/HeQvq
http://adf.ly/HeR0g
http://adf.ly/HeWLx
http://adf.ly/HffSv
http://adf.ly/HfhQJ 
http://adf.ly/Hfi4V
http://adf.ly/HiIy2
http://adf.ly/HiJAU

hukum agraria


1.      Apakah sama hak penguasaan atas tanah dengan hak atas tanah?
Jawab  : tidak sama , hak atas tanah mengatur hak milik individu sedangkan hak penguasaan atas tanah lebih luas meliputi hak bangsa indonesia , hak menguasai dari negara , hak ulayat masyarakat hukum adat , hak individu ( hak individu secara langsung dan tidak langsung , wakaf , hak jaminan atas tanah)
2.      Mengapa asas domain verklaring sangat merugikan rakyat?
Jawab : karena menurut asas ini tanah yg tidak dapat dibuktikan hak eigendomnya adalah tanah negara sedangkan tanah eigendom hanya dimiliki oleh orang barat dan timur asing sedangkan WNI tidak tunduk pada hak eigendom sehingga tidak mungkin rakyat dapat membuktikan mempunyai hak eigendom dan tanahnya menjadi tanah negara ,sedangkan WNI hanya sebagai beziter bukan sebagai pemilik karena tanahnya menjadi tanah negara maka terhadap hak atas tanah yg paling kuat pun menurut hukum adat seperti hak milik adat seolah tidak diakui sama sekali dengan hak eigendom sehingga sangat merugikan rakyat
3.      Apa hubungan antara agrarische wet dengan agrarische besluit?
Jawab : agrarische besluit adalah salah satu aturan pelaksana dari agrarische wet 
4.      Tanah mana yang bisa di jual kepada perusahaan asing ?
Jawab : tanah negara , hal tersebut dikarenakan asas domein verklaring memiliki pengertian bahwa didalam asas ini setiap tanah yg tidak dapat dibuktikan hak eigendomnya menjadi milik negara . dengan demikian pemerintah belanda yg diuntungkan
5.      Kapan hak atas tanah berpindah dari penjual ke pembeli ?
Jawab : pada saat dibuat akte jual beli oleh PPAT berdasarkan esensi jual beli
6.      Jelaskan perbedaan pemilikan tanah menurut konsepsi hukum adat dan hukum nasional?
Jawab : hukum adat bersifat komunal religius ( diakui hak pribadi dan memperhatikan hak bersama/animisme) hukum tanah nasional bersifat komunal religius namun disesuaikan oleh perkembangan zaman ditambah dengan pasal 1 UUPA / dinamisme .contohnya ; negara individual (hak pribadi/ hak eigendom) dianut eropa , negara blok timur (hak bersama )contohnya uni soviet
7.      Sebutkan perubahan pola pemilikan tanah menurut hukum agraria lama dan hukum tanah nasional?
Hukum agraria lama : bebas / tidak terbatas dari pemilikan tanah serta memiliki akibat munculnya sistem tanah partikelir. Hukum tanah nasional : tidak bebas / terbatas dari pemilikan tanah serta memiliki akibat munculnya program pembatasan pemilikan tanah, uu no 56 th 1960 menjelaskan penetapan luas tanah pertanian pada 1 keluarga di daerah padat max 5 ha . jiak memiliki kelebihan itu akan diberikan kepada petani penggarap yg memenuhi syarat ( redistribusi tanah) serta kelebihan tanah akan diganti rugi oleh pemerintah
8.      Faktor apa yg dapat mempengaruhi adanya sengketa ?
Jawab : luas tanah , jumlah penduduk , pembangunan
9.      Apa perubahan fundamental hukum agraria lama yg diganti hukum agraria baru
Jawab :  merubah semua ciri hukum agraria lama menjadi ciri hukum agraria baru
hukum agraria lama bertujuan untuk kepentingan belanda , bersifat dualisme , dasarnya perdata barat dan hukum adat ,dan berasaskan domein verklaring  , pemilikan tanah bebas dan tidak terbatas
hukum agraria baru bertujuan untuk kemakmuran rakyat , bersifat unifikasi , dasar hukum adat yg di saneer ,asasnya tanah dikuasai negara , pemilikan tanah terbatas
10.  Apa yg dimaksud tanah partikelir dan mengapa dihapuskan?
Jawab : tanah pertikelir adalah tanah dengan hak eigendom yg dimiliki seseorang dimana pemiliknya mempunyai hak – hak yg bersifat kenegaraan yg disebut hak pertuanan , hak tersebut diantaranya memungut pajak , mengangkat kepala desa , menuntut kerja paksa ,sehingga seperti negara dalam negara . sehingga tanah partikelir dihapuskan dan pemiliknya diberi ganti rugi,dan dihapuskan juga pemilikan tanah diatas 5 ha
Alasan dihapuskannya tanah partikelir
1.      tanah partikelir seperti negara dalam negara
2.      tanah partikelir  ada kekacauan / pemberontakan
3.      tuan tanah sering  menindas rakyat
11.  pertimbangan hukum adat sebagai dasar hukum tanah nasional?
Jawab : hukum adat dianut sebagian besar rakyat indonesia , hukum adat dari masyarakat indonesia
Asas hukum adat : kebersamaan dituangkan dalam ( pasal 6 UUPA)
Asas accesie / pelekatan ( hukum perdata barat) , asas pemisahan horizontal scheiding ( untuk tanah dan bangunan)
12.  sifat dualisme diganti dengan sifat unifikasi
jawab : hukum yg berlaku hanya htn untuk semua org yg bersumber dari UUPA  dan peraturan pelaksanannya, hak atas tanah diubah sesuai UUPA( hm , hgb ,ggu ,hak pakai , hak sewa) , hak jaminan atas tanah tidak ada lembaga hipotik ,kredit verbank ditiadakan yg ada hanya hak tanggungan
13.  mengapa hukum tanah nasional menggunakan  hak tanggungan dan tidak menggunakan hak jual sewa / jonggolan yg menurut masyarakat baik ,padahal dasarnya hukum adat?
Jawab ; karena tanah sebagai jonggolan normanya sudah ketinggalan zaman , sebab lembaga modern yg meminjamkan uang adalah bank dan bank tidak mungkin menggunakan tanah sebagai jonggolan
14.  apa artinya HTN berdasarkan pada hukum adat ?
jawab: dalam pembangunan HTN termasuk perbuatan peraturan 2 hukum tanah hukum adat berfungsi sebagai sumber utama jadi masih dimungkinkan sumber lain
15.  kapan digunakan sumber lain tersebut ?
jawab : dalam hal hukum adat tidak ada dan kebutuhan masyarakat modern hanya membutuhkan (HGB,HGU& pendaftaran tanah. Hukum adat namun namanya sudah ketinggalan zaman contohnya ; jonggolan
16.  kewenangan dan kewajiban hak atas tanah ?
jawab: kewajibannya harus memperhatikan kepentingan orang lain dan memelihara kesuburan tanah tersebut
17.  pembatasan hak atas tanah?
Jawab:  internal ( berasal dari haknya sendiri )contohnya HGB hak pendirian bangunan diatas tanah negara dan ekternal ( dari pihak lain) PP dilarang mendirikan bangunan disembarang tempat
18.  apa maksud hak atas tanah bersifat tetap dan sementara?
Jawab :  bersifat tetap bersumber langsung dari negara( HM , HGB ,HGU,hak pakai) bersifat sementara: bersumber dari seseorang yg dilimpahkan kepadanya contohnya hak bagi hasil, hak gadai tanah, hak sewa pertanian
Perbedaannya keberadaan / eksistensinya dari hak sementara ini bersifat sementara
Setelah mid
19.  bagaimana cara memperoleh tanah untuk kepentingan tertentu ?
jawab : dengan cara pengalihan hak atas tanah ( jual beli , hibah , tukar menukar tanah, lelang ), pemindahan hak atas tanah ( warisan). Dengan pelepasan hak atas tanah
20.   apakah sama peralihan hak dengan pemindahan hak ?
jawab : tidak sama persis peralihan lebih luas karena mempunyai 2 unsur yaitu sengaja dan tidak sengaja sedangkan pemindahan hak hanya mempunyai unsur tidak sengaja  
21.  syarat jual beli bagi penjual ?
jawab : harus memiliki tanah ( jika bukan pemilik tanah maka jual beli tidak sah karena melanggar asas nemo flus juris ) , orang lain dapat melakukan jual beli apabila memiliki surat kuasa, jika tanah milik bersama semua harus hadir jika tidak hadir maka harus ada surat kuasa , tanah milik bersama suami istri harus ada persetujuan kedua belah pihak tanpa melihat siapa yg bekerja
22.  syarat terjadinya jual beli ?
jawab :  pembeli harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah yg akan dibeli ( WNI dan badan hukum yg ditunjuk pemerintah .
23.  persamaan jual beli dan pelepasan ?
jawab : ada kata sepakat dan tidak ada paksaan , kedudukan penjual dan pembeli sama dihadapan hukum

24.  kapan dilakukan jual beli dan kapan dilakukan pelepasan hak ?
jawab :  jual beli dapat dilakukan bila pembeli memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah yg akan di beli dan pelepasan hak atas tanah dilakukan apabila pembeli tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah
25.  prosedur jual beli ?
jual beli dilakukan di hadapan PPAT
kemudian PPAT membuat akte jual beli  tanah dengan 2 orang saksi dan ditandatangani oleh 5 orang yaitu penjual , pembeli , 2 orang saksi dan notaris .
kemudian notaris mendaftarkan  tanah ke PPAT (pendaftaran tanah max 7 hari setelah dibuatnya akte jual beli)jika melebihi 7 hr maka notaris akan mendapat sanksi
kemudian dicatat dan terjadi balik nama agar mendapat sertifikat
26.  prosedur pelepasan hak atas tanah ?
jawab : pembeli melepaskan hak atas tanah kepada negara ,setelah tanah dilepaskan haknya  pemilik mendapat ganti rugi yg telah di sepakati , PT mengajukan permohonan hak atas tanah  kepada BPN , hak PT menjadi hak guna bangunan. (harga dalam pelepasan adalah ganti rugi)
27.  perbedaan pencabutan hak atas tanah dengan pelepasan hak atas tanah?
Jawab: pencabutan hak atas tanah dengan cara paksa sedangkan pelepasan dengan kesepakatan , kedua2nya harus dengan ganti rugi yg layak
28.  apa yg dilakukan kantor pertanahan dalam menyelesaikan jual beli tanah yg sudah bersertifikat ?
jawab :  meneliti kelengkapan surat – surat yg diserahkan ke PPAT, jika lengkap melakukan petok pajak , dibuat sertifikat baru atas nama penjual terlebih dahulu, mengganti nama penjual menjadi nama pembeli , serifikat atas nama pembeli diberikan kepada pembeli sebagai bukti kepemilikan tanah
29.  bagaimana cara memperoleh tanah negara?
Jawab :  dengan mengajukan permohonan untuk mendapatkan hak atas tanah yg baru kepada instansi yg berwenang/ BPN
30.  cara melakukan permohonan hak baru ?
jawab : syaratnya : identitas pemohon, identitas mengenai tanah, surat2 lain yg diperlukan umumnya surat pembayaran PBB sampai tahun yg bersangkutan kemudian surat2 tersebut diserahkan kepada BPN , kemudian BPN menugaskan panitia A untuk memberikan pertimbngan untuk HGB,HGU,hak milik,Hak pakai kemudian panitia B yg akan memberikan pertimbangan untuk HGB,HGU, hak milik,atau hak pakai
31.  tugas panitia A ?
jawab  : meneliti kelengkapan surat- surat, meneliti keadaan tanah ,meminta keterangan / penjelasan dari para tetangga yg berdekatan , menyesuaikan apakah tanah yg dimohon sesuai dengan rancangan tata ruang wilayah , memberi pertimbangan apakah permohonan diterima atau di tolak , dituangkan dalam risalah pemeriksaan tanah
32.  ciri – ciri hak milik?
Hak terkuat , hak turun temurun yg dapat diwariskan, induk dari hak atas tanah lain, dapt dialihkan pada pihak lain,dapat di wkafkan
33.  subyek hak milik?
WNI dan badan hukum yg ditujuk pemerintah
34.  apakah WNA dapat memiliki hak milik?
Dapat melewati perbuatan hukum tertentu yaitu pewarisan tanpa wasiat , percampuran harta kekayaan , peralihan status kewarganegaraan
35.  terjadinya hak milik ?
1.karena hukum adat yg akan diatur PP
menurut BW jika Hukum adat sudah memiliki hak ulayat sebelum 20 th berturut- turut maka bisa menjadi hak milik  
2.karena penetapan pemerintah
penetapan dari tanah negara . tanah ini di kerjakan oleh orang yg ingin mengajukan permohonan tanah negara pada BPN
permohonan akan dipenuhi apabila memenuhi syarat : identitas pemohon, identitas mengenai tanah, surat2 lain
stelah surat2 dilengkapi maka BPN akan mengeluarkn keputusan apakah diterima atau ditolak permohonannya apabila diterima akan keluar surat keputusan pemberian hak (SKPH)  stelah mendapat SKPH ,pemohon mendaftarkan tanah untuk mendapat sertifikat
3.karena ketentuan UU
Hak atas tanah yg dapat dikonversi menjadi hak milik antara lain : hak eigendom , hak agraris eigendom, hak yasan ,tanah milik adat , tanah pekulen
Hak agrarische eigendom adalah hak milik adat yg oleh pemiliknya diubah secara suka rela lewat pengadilan  dan secara Cuma – Cuma
36.  bagaimana hapusnya hak milik?
Jawab : karena pencabutan hak , karena penyerahan suka rela, karena di telantarkan , karena ketentuan pasal 21 (3) dan 26 (2), tanah telah musnahhukum agraria kisi - kisi  


hukum internasional


Istilah HI
1)      Hukum antar negara: subyek hukumnya hanya sebatas negara
2)      Hukum bangsa – bangsa : hukum antar bangsa
3)      Hukum internasional : melewati batas – batas bangsa
Pengertian HI menurut kusumaatmaja
HI adalah keseluruhan kaidah – kaidah dan asas – asas yang mengatur hubungan atau persoalan melintasi yang melintasi batas – batas negara antara lain , negara  dengan negara, negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain
Bukti  adanya masyarakat internasional
Adanya sejumlah negara
Kebutuhan negara – negara yang saling berhubungan
Perbedaan HI umum dan HI regional?
Jawab : HI umum :peraturan – peraturan yang dilaksanakan secara universal
Contohnya: konvensi jenewa
HI Regional : peraturan – peraturan yg tumbuh pada suatu bagian dunia tertentu / HI yg berlaku di regional tertentu
Contohnya : hukum internasional amerika latin
Pembedaan HI publik dan Hukum Perdata internasional
HI publik : seluruh kaidah – kaidah peraturan yang mengatur hubungan antara negara yg melintasi batas – batas negara
HPI : keseluruhan asas – asas dan kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan perdata
Yg melintasi batas – batas negara
Pembedaan antara hukum dunia dengan HI?
HI adalah tertib hukum koordinasi antara negara – negara merdeka dan berdaulat sam dan sederajat
Hukum Dunia tertib hukum sub koordinasi antara negara – negara federasi yang meliputi negara – negara di dunia ini
Sanksi – sanksi HI dapat dijumpai dalam
1)      Kehendak / kemauan dari negara
2)      Pertanggungan jawab atas tindakan – tindakannya atau kegagalannya untuk mematuhi ketentuan – ketentuan HI
3)      Kekhawatiran negara bahwa tindakannya yg bertentangan dengan ketentuan HI akan dapat mengakibatkan perang atau pembalasan dari pihak lain
4)      Kekuatan tekanan opini dunia


hukum pidana


Alasan Penghapus Pidana Menurut KUHP Indoneisa dan KUHP Inggris (Suatu Perbandingan Hukum)


Dasar alasan penghapus pidana di Indonesia
Sesuai dengan ajaran daad-dader strafrecht alasan penghapus pidana dapat dibedakan menjadi :
alasan pembenar ( rechtvaardigingsgrond )
yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, berkaitan dengan tindak pidana ( strafbaarfeit ) yang dikenal dengan istilah actus reus di Negara Anglo saxon
Alasan pemaaf ( schuldduitsluitingsgrond )
yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, berkaitan dengan pertanggungjawaban ( toerekeningsvatbaarheid ) yang dikenal dengan istilah mensrea di Negara Anglo saxon.
Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP, antara lain:
·         Noodtoestand(keadaan darurat)Keadaan darurat merupakan bagian dari daya paksa relatif ( vis compulsiva ), diatur dalam pasal 48 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana “
Ada beberapa ahli yang menggolongkan ” keadaan darurat ” sebagai alasan pembenar namun adapula yang menggolongkannya sebagai alasan pembenar. Dalam keadaan darurat pelaku suatu tindak pidana terdorong oleh suatu paksaan dari luar ( Utrecht, 1986 : 355 ), paksaan tersebut yang menyebabkan pelaku dihadapkan pada tiga keadaan darurat,yaitu:
Perbenturan antara dua kepentingan hukum Dalam hal ini pelaku harus melakukan suatu perbuatan untuk melindungi kepentingan hukum tertentu, namun pada saat yang sama melanggar kepentingan hukum yang lain,
 dan begitu pula sebaliknya
Perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum
Dalam hal ini pelaku dihadapkan pada keadaan apakah harus melindungi kepentingan hukum atau melaksanakan kewajiban hukum Perbenturan antara kewajiban hukum dan kewajiban hukum dalam hal ini pelaku harus melakukan kewajiban hukum tertentu, namun pada saat yang sama dia tidak melakukan kewajiban hukum yang lain, begitu pula sebaliknya.
·         Noodweer(pembelaanterpaksa)
Diatur dalam pasal 49 ayat (1) KUHP :
” barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan ( eerbaarheid ) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana “
Dalam pembelaan terpaksa perbuatan pelaku memenuhi rumusan suatu tindak pidana, namun karena syarat – syarat yang ditentukan dalam pasal tersebut maka perbuatan tersebut dianggap tidak melawan hukum.
·         Melaksanakan ketentuan undang–undang
Diatur dalam pasal 50 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang – undang, tidak dipidana “
Walaupun memenuhi rumusan tindak pidana, seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang – undang dianggap tidak melawan hukum dan oleh karena itu tidak dipidana.
·         Menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang
Diatur dalam pasal 51 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana “
Seseorang dapat melaksanakan undang – undang oleh dirinya sendiri, akan tetapi juga dapat menyuruh orang lain untuk melaksanakannya. Jika ia melaksanakan perintah tersebut maka ia tidak melakukan perbuatan melawan hukum ( Sudarto 1987 : 153 )
Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP,antara lain :
1)      Tidak mampu bertanggung jawab
Diatur dalam pasal 44 KUHP :
”barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya ( gebrekkige ontwikkeling ) atau terganggu karena penyakit ( ziekelijke storing ), tidak dipidana “
Dalam memorie van Toelicting yang dimaksud tidak mampu bertanggungjawab ( Sudarto, 1987 : 951 )adalah :
Dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan undang – undang
Dalam hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehinga tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menetunkan akibat perbuatannya.
2)      Overmacht(dayapaksa)
Overmacht merupakan daya paksa relatif ( vis compulsiva ). Seperti keadaan darurat, daya paksa juga diatur dalam pasal 48 KUHP. Dalam KUHP tidak terdapat pengertian daya paksa, namun dalam memorie van toelichting ( MvT ) daya paksa dilukiskan sebagai setiap kekuatan, setiap paksaan atau tekanan yang tak dapat ditahan. Dalam daya paksa orang berada dalam dwangpositie ( posisi terjepit ). Sifat dari daya paksa datang dari luar si pembuat dan lebih kuat ( Sudarto, 1987 : 142 ). Dalam daya paksa perbuatannya tetap merupakan tindak pidana namun ada alasan yang menghapuskan kesalahan pelakunya.
3)      Noodweerexces (pembelaan terpaksa yang melampaui batas)
Hal ini termasuk pembelaan terpaksa juga, namun karena serangan tersebut menimbulkan goncangan jiwa yang hebat maka pembelaan tersebut menjadi berlebihan. Hal ini diatur dalam pasal 49 ayat (2) KUHP :
” pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung dapat disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana “
4)      Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah
Diatur dalam pasal 51 ayat (2) KUHP :
”perintah jabatan yang tanpa wenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wenang, dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaanya “
Melaksanakan perintah jabatan yang tidak wenang dapat merupakan alasan pemaaf jika orang yang melaksanakan perintah mempunyai itikad baik dan berada dalam lingkungan pekerjaannya.
sistim penghapusan pidana di Inggris
Alasan Penghapus Pidana (Exemptionsfromliability) menurut KUHP Inggris,terbagi atas 2 yaitu:
1.       General defences (dapat diajukan untuk semua tindak pidana pada umumnya)
·         mistake(kesesatan);
·         compulsion(paksaan);
·         Intoxication(keracunan/mabuk);
·         Automatism(gerak refleks);
·         Insanity(Gila);
·         Infancy                            (anak          di bawah         umur);
·         Consentof theVictim       (persetujuan           korban)
2.Special defences
·         Dalam delik abortus,dengan pertimbangan demi keselamatansi ibu dan jika diketahui sianak akan lahir cacat.
·         Dalam delik penerbitan atau publikasi tulisan cabul yang dibenarkan demi kepentingan umum,seni,ilmu pengetahuan





lt;b:if cond='data:blog.pageType != "item"'>

HUKUM BARU

·           HUKUM PERDATA
·                  PERADILAN AGAMA
·      PERADILAN NEGERI
·            KOMPILASI HUKUM
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhi2cL-53fZ_MFxJ2iff85b8SEimTiMfABXCCErDg0J2NI2yeP3K57-CUMZNV9CXF21rrDWejEIrQ7SuTYz52QEsPlRWsQMtCKtN3UEXgqgXXwOITygnyBe9Dyg25P1FxxxCbgmS7_cSyA/s1600/blank.gif
twitter

ALASAN PEMBENARAN, ALASAN PEMAAF, DAN ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN

Dalam teori hukum pidana biasanya alasan-alasan yang menghapuskan pidana dibedakan menjadi tiga;
a. Alasan pembenar
yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuataan sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwah menjadi perbuatan yang patut dan benar.
b. Alasan pemaaf
yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Yakni perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukun dan tetap merupakan perbuatan pidana akan tetapi terdakwa tidak dipidana karena tidak ada kesalahan.
c. Alasan menghapus penuntutan
 
yang dimaksudkan disini bukan ada alasan pembenar atau pemaaf. Jadi tidak ada pikiran mengenai sifatnya perbuatan maupun sifatnya orang yang melakukan perbuatan, akan tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya tidak dijadikan penuntutan. Yang
 
menjadi penimbang disini adalah kepentingan umum.
Setelah kita mengetahui secara global tentang bahasan ini marilah kita akan lebih memahami dan membahas secara mendalam berkaitan dengan hal Pembenaran, pemaaf, dan penghapus penuntutan.
ALASAN / DASAR PENGHAPUS PIDANA
(Strafuitsluitingsgrond, Grounds Of Impunity)
Dalam hukum pidana perlu dikemukakan materi tentang alasan-alasan yang mengecualikan dijatuhkannya hukuman, karena menurut Utrecht, UU pidana seperti UU lainnya mengatur hak-hal yang umum dan yang akan terjadi (mungkin akan terjadi). Sehingga, masih menurut Utrecht, UU pidana mengatur hal-hal yang bersifat abstrak dan hipotesis. Berdasarkan sifatnya ini maka UU pidana mengandung kemungkinan akan dijatuhkannya hukuman yang adil bagi orang-orang tertentu yang mungkin saja tidak bersalah, meskipun orang tersebut melakukan suatu tindakan sesuai dengan lukisan perbuatan yang dilarang oleh UU pidana. Dengan demikian materi ini menjadi penting untuk memperoleh kepastian dan keadilan hukum dalam penyelesaian suatu perkara pidana.
Alasan atau Dasar Penghapusan Pidana merupakan hal-hal atau keadaan yang dapat mengakibatkan seseorang yang telah melakukan perbuatan yang dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU Pidana (KUHP), tidak dihukum, karena :
1) Orangnya tidak dapat dipersalahkan;
2) Perbuatannya tidak lagi merupakan perbuatan yang melawan hukum.
Bab I dan Bab II KUHP memuat : “ Alasan-alasan yang menghapuskan, mengurangkan dan memberatkan pidana”. Pembicaraan selanjutnya akan mengenai alasan penghapus pidana, aialah alasan-alasan yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan delik, tidak dapat dipidana. M.v.T dari KUHP (Belanda) dalam penjelasannya mengenai alasan mengahpus pidana ini, mengemukakan apa yang disebut “alasan-alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang atau alasan-alasan tidak dapat dipidananya seseorang”.
M.v.T menyebut 2 (dua) alasan :
•. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu (inwendig), yakni :
a. Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena sakit (pasal 44 KUHP)
b. Umur yang masih muda (mengenai umur yang masih muda ini di Indonesia dan juga di negeri Belanda sejak tahun 1905 tidak lagi merupakan lasan penghapus pidana melainkan menjadi dasar untuk memperingan hukuman).
•. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak di luar orang itu (uitwendig), yaitu:
 
a. Daya paksa atau overmacht (pasal 48);
b. Pembelaan terpaksa atau noodweer (pasal 249);
c. Melaksanakan Undang-undang (pasal 50);
d. Melaksanakan perintah jabatan (pasal 51);
Selain perbedaan yang diterangkan dalam M.v.T, ilmu pengetahuan hukm Pidana juga mengadakan pembedaan sendiri, ialah :
1. Alasan penghapus pidana yang umum (starfuitingsgronden yang umum), yaitu yang berlaku umum untuk tiap-tiap delik dan disebut dalam pasal 44, 48, 49, 50 dan 51 KUHP;
2. Alasan penghapus pidana yang khusus (starfuitingsgronden yang khusus), yaitu yang hanya berlaku unutk delik-delik tertentu saja, misal :
I. Pasal 166 KUHP : “Ketentuan-ketentuan pasal 164 dan 165 KUHP tidak berlaku pada orang yang karena pemberitahuan itu mendapat bahaya untuk dituntut sendiri dst………………………………………” Pasal 164 dan 165 memuat ketentuan : bila seseorang mengetahui ada makar terhadap suatu kejahatan yang membahayakan Negara dan Kepala Negara, maka orang tersebut harus melaporkan.
II. Pasal 221 ayat (2) : menyimpan orang yang melakukan kejahatan dan sebagainya”. Disini ia tidak dituntut jika ia hendak menghindarkan penuntut dari istri, suami dan sebagainya (orang-orang yang masih ada hubungan darah).
Ilmu pengetahuan hukum pidana juga mengadakan pembedaan lain, sejalan dengan pembedaan antara dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya pembuat. Penghapusan pidana dapat menyangkut perbuatan atau pembuatnya, maka dibedakan dua jenis alasan penghapus pidana :
a) Alasan pembenar (rechtvaardigingsgrond, fait justificatif, rechtfertigungsgrund). Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Kalau perbuatannya tidak melawan hukum maka tidak mungkin ada pemidanaan. Alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP ialah pasal 48 (keadaan darurat), pasal 49 ayat (1) (pembelaan terpaksa), pasal 50 (peraturan perundang-undangan) dan pasal 51 (1) (perintah jabatan).
b) Alasan pemaaf atau alasan penghapus kesalahan (schulduitsluittingsgrond-fait d’excuse, entschuldigungsdrund, schuldausschliesungsgrund). Alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembuat, dalam arti bahwa orang ini tidak dapat dicela (menurut hukum) dengan perkataan lain ia tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan, meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Jadi disini ada alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga tidak mungkin pemidanaan.
Alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP ialah pasal 44 (tidak mampu bertanggungjawab), pasal 49 ayat (2) (noodweer exces), pasal 51 ayat (2) (dengan itikad baik melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah).
Adapun mengenai pasal 48 (daya paksa) ada dua kemungkinan, dapat merupakan alasan pembenar dan dapat pula merupakan alasan pemaaf.
ALASAN PENGHAPUS PIDANA (UMUM) DALAM KUHP.
Uraian berikut membahas tentang dasar penghapus pidana yang terdapat dalam pasal 44, 48, 49, 50 dan 51 KUHP.
TIDAK MAMPU BERTANGGUNG JAWAB (PASAL 44) :
Pasal 44 KUHP memuat ketentuan bahwa tidak dapat dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena kurang sempurna akal/jiwanya atau terganggu karena sakit. Seperti diketahui M.v.T menyebutkan sebagai tak dapat dipertanggung-jawabkan karena sebab yang terletak didalam si pembuat sendiri.
Tidak adanya kemampuan bertanggung jawab mengahpuskan kesalahan mekipun perbuatannya tetap melawan hukum, sehingga dalam hal ini dapat dikatakan suatu alasan penghapus kesalahan. Untuk membuktikan apakah seseorang yang melakukan tindakpidana ternyata tidak dapat dihukum dengan lasan pasal 44 KUHP, maka kita memerlukan ilmu pengetahuan lain yang dapat membantu yaitu psikiatri forensic. Pelaku akan diperiksa oleh seorang ahli (yang akan menyampaikan catatan medis), selanjutnya dari hasil tersebut akan disampaikan di muka persidangan. (Mengenai pasal 44 KUHP ini hendaknya dilihat lagi Bab Kemampuan Bertanggung jawab yang membahas tentang kesalahan dan pertanggung jawaban pidana).

DAYA PAKSA-OVERMACHT (PASAL 48 KUHP).
Pasal 48 KUHP menentukan : “ tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang didorong oleh daya paksa”. Apa yang diartikan dengan daya paksa ini dapat dijumpai dalam KUHP. Penafsiran bisa dilakukan dengan melihat penjelasan yang diberikan oleh pemerintah ketika undang-undang (Belanda) itu dibuat.
Dalam M.v.T dilukiskan sebagai : “setiap kekuatan, setiap paksaan atau tekanan yang dapat ditahan”. Hal yang disebut terakhir ini, yang tak dapat ditahan”, memberi sifat kepada tekanan atau paksaan itu. Yang dimaksud dengan daya paksaan disini bukan paksaan mutlak, yang tidak memberi kesempatan kepada si pembuat menentukan kehendaknya. Kalimat “tidak dapat ditahan” menunjukkan, bahwa menurut akal sehat tak dapat diharapkan dari si pembuat untuk mengadakan perlawanan. Maka dalam overmacht (daya paksa) dapat dibedakan dalam du hal :
1. vis absoluta (paksaan yang absolut).
2. vis compulsive (paksaan yang relatif).
Daya paksa yang absolute vis absoluta dapat disebabkan oleh kekuatan manusia atau alam. Dalam hal ini paksaan tersebut sama sekali tak dapat ditahan. Contoh : tangan seseorang dipegang oleh orang lain dan dipukulkan pada kaca, sehingga kaca pecah. Maka orang yang pertama tadi tak dapat dikatakan telah melakukan perusakan benda (pasal 406 KUHP).
Yang dimaksud denganm daya paksa dalam pasal 48 ialah daya paksa relative (vis complusiva). Istilah “gedrongen” (didorong) menunjukkan bahwa paksaan itu tak dapat diharapkan bahwa ia akan dapat mengadakan perlawanan. (Prof. Moelyatno hanya menyebut “karena pengaruh daya paksa”).
 
Contoh :
 
A mengancam B, kasir bank, dengan meletakkan pistol di dada B, untuk menyerahkan uang yang disimpan oleh B, B dapat menolak, B dapat berpikir dan menentukan kehendaknya, jadi tak ada paksaan absolut. Memang ada paksaan tetapi masih ada kesempatan bagi B untuk mempertimbangkan apakah ia melanggar kewajibannya untuk menyimpan surat-surat berharga itu dan menyerahkannya kepada A atau sebaliknya, ia tidak menyerahkan dan ditembak mati. Perlawanan terhadap paksaan itu tak boleh disertai syarat-syarat yang tinggi sehingga harus menyerahkan nyawa misalnya, melainkan apa yang dapat diharapkan dari seseorang secara wajar, masuk akal dan sesuai dengan keadaan. Antara sifat dari paksaan di satu pihak dan kepentingan hukum yang dilanggar oleh si pembuat di lain pihak harus ada keseiombangan.
Pada overmacht (daya paksa) orang ada dalam keadaan dwangpositie (posisi terjepit). Ia ada ditengah-tengah dua hal yang sulit yang sama-sama buruknya. Keadaan ini harus ditinjau secara obyektif. Sifat dari daya paksa ialah bahwa ia datang dari luar diri si pembuat dan lebih kuat dari padanya. Jadi harus ada kekuatan (daya) yang mendesak dia kepada suatu perbuatan yang dalam kata lain tak akan ia lakukan, dan jalan lain juga tidak ada.
Paksaan Dario dalam :
Kita mengambil contoh dari Arrest H.R tgl 26 Juni 1916 (Arrest “tak mau masuk tentara”). Dalam Arrest ini, orang yang tak mau masuk dinas tentara karena suara hati atau hati nuraninya keberatan tetap dihukum. Mereka tak mau taat pada undang-undang dan ingin mengikuti pandanganya sendiri mengenai keadilan dan kesusilaan yang menyimpang dari ketenatuan undang-undang. Hal ini tidak bisa diterima. Namun di Belanda sejak tahun lima puluhan ada perubahan pandangan.
. Hakim tidak boleh begitu saja mengabaikan alasan keberatan hati nurani. Ia harus memeriksa kemungkinannya masuk kedalam alasan penghapusan pidana yang umum.
v
. Keberatan hati nurani (terhadap masuk dinas tentara) bukan keadaan darurat, tanpa melihat sampai di mana si pembuat dapat di cela atas perbuatannya.
v
KEADAAN DARURAT-NOODTOESTAND (PASAL 48 KUHP).
Dalam vis compulsiva (daya paksa relative) kita dibedakan daya paksa dalam arti sempit (atau paksaan psikis) dan keadaan darurat. Daya paksa dalam arti sempit ditimbulkan oleh orang sedang pada keadaan darurat, paksaan itu datang dari hal di luar perbuatan orang KUHP kita tidak mengadakan pembedaan tersebut. Di Jerman untuk daya paksa ada istilah notigungstand (pasa; 52 SGB) dan keadaan darurat disebut notstand, yang diatur dalam pasal 54 SGB.
Menurut doktrin, terdapat 3 bentuk dari keadaan darurat :
1. Pertentangan antara dua kepentingan hukum :
Contoh klasik : “papan dari carneades”.
Ada dua orang yang karena kapalnya karam hendak menyelamatkan diri dengan berpegangan pada sebuah papan, padahal papan itu tak dapat menahan dua orang sekaligus. Kalau kedua-duanya tetap berpegangan pada papan itu, maka kedua-duanya akan tenggelam. Maka untuk menyelamatkan diri, seorang diantaranya mendorong temannya sehingga yang di dorong mati tenggelam dan yang mendorong terhindar dari maut (cerita ini berasal dari CICERO).
Orang yang mendorong tersebut tidak dapat dipidana, karena ada dalam keadaan darurat. Mungkin ada orang yang memandang perbuatan itu bertentangan dengan norma kesusilaan, namun menurut hukum perbuatan ini karena dapat difahami bahwa merupakan naluri setiap orang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
2. Pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum. Misal :
1. Orang yang sedang menghadapi bahaya kebakaran rumahnya, lalu masuk atau melewati rumah orang lain guna menyelamatkan barang-barangnya.
2. Seorang pemilik toko kacamata kepada seorang yang kehilangan kacamatanya. Padahal pada saat itu menurut peraturan penutupan toko sudah jam tutup toko, sehingga pemilik toko dilarang melakukan penjualan. Namun karena si pembeli itu ternyata tanpa kacamata tak dapat melihat, sehingga betul-betul dalam keadaan sangat memerlukan pertolongan, maka penjual kacamata dapat dikatakan bertindak dalam keadaan memaksa dan khususnya dalam keadaan darurat. Permintaan kasasi oleh jaksa terhadap putusan hakim yang menyatakan bahwa, terdakwa (opticien) tak dapat dipidana dan melepas terdakwa dari segala tuntutan, tak dapat diterima oleh H.R (putusan tgl. 15 Oktober 1923). Terdakwa ada dalam keadaan darurat. Ia merasa dalam keadaan seperti itu mempunyai kewajiban untuk menolong sesame (Arrest ini disebut Arrest optician).

3. Pertentangan antara kewajiban hukum dangan kewajiban hukum :
 
a) Seorang perwira kesehatan (dokter angkatan laut) diperintahkan atasannya untuk melaporkan apakah ada para perwira-perwira laut yang bebas tugas dan berkunjung ke darat (kota pelabuhan) terjangkit penyakit kelamin. Dokter tersebut tak mau melaporkan pada atasan, sebab dengan memberi laporan pada atasannya ia berarti melanggar sumpah jabatan sebagai dokter yang harus merahasiakan semua penyakit dari para pasiennya.
Disini dihadapkan pada dua kewajiban hukum :
• Melaksanakan perintah dari atasannya (sebagai tentara)
• Memegang teguh rahasia jabatan sebagai dokter.
Ia memberatkan salah satu. Di sini ia memilih tetap merahasiakan penyakit pasiennya, jadi ia tetap patuh pada sumpah kedokteran. Oleh pengadilan tentara ia dikenakan hukuman 1 (satu) hari, tetapi dokter tadi naik banding, dan mahkamah tentara tinggi membebaskannya karena ia ada dalam keadaan darurat (putusan tgl. 26 November 1916).
b) Seorang yang dalam satu hari (pada waktu yang bersamaan) dipanggil menjadi saksi di dua tempat, VAN HATTUM dalam hal 351 membandingkan daya memaksa dengan noodtoestand sebagai berikut :
 
Pada daya memaksa dalam arti sempit si pembuat berbuat atau tidak berbuat dikarenakan satu tekanan psikis oleh orang lain atau keadaan. Bagi si pembuat tak ada penentuan kehendak secara bebas. Ia dororng oleh paksaan psikis dari luar yang sedemikian kuatnya, sehingga ia melakukan perbuatan yang sebenarnya tak ingin ia lakukan. Pada keadaan darurat si pembuat ada dalam suatu keadaan yang berbahaya yang memaksa atau mendorong dia untuk melakukan suatu pelanggaran terhadap undang-undang.
BELA PAKSA-PEMBELAAN DARURAT-NOODWEER (PASAL 49 AYAT (1)).
Pasal 49 ayat (1) berbunyi :”tidak dapat dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang terpaksa dialkukan untuk membela dirinya sendiri atau orng lain, membela peri kesopanan sendiri atau orang lain terhadap serangan yang melwan hukum yang mengancam langsung atau seketika itu juga”. Perbuatan orang yang membela diri itu seolah-olah mempertahankan haknya sendiri. Tidaklah dapat diharapkan dari seorang warga Negara menerima saja suatu perlakuan yang melawan hukum yang ditujukan kepada dirinya. Padahal Negara dengan alat-alat perlengkapannya tidak dapat tepat pada waktunya melindungi kepentingan hukum dari orang yang diserang itu : maka pembelaan diri ini bersifat menghilangkan sifat melawan hukum. Istilah noodmeer atau pembelaan darurat tidak ada dalam KUHP sehingga untuk memahaminya kita memerlukan ajaran dari para ahli hukum pidana .
Dalam pembelaan darurat ada dua hal yang pokok :
1. adanya serangan,
Tidak terhadap semua serangan dapat diadakan pembelaan, melainkan pada serangan yang memenuhi syarat sebagai berikut :
a. melawan hukum
b. seketika dan langsung
c. ditujukan pada diri sendiri / orang lain
d. terhadap badan / tubuh, nyawa, kehormatan seksual, dan harta benda
2. ada pembelaan yang perlu diadakan terhadap serangan itu. Syarat pembelaan :
a. seketika dan langsung
 
b. memenuhi asas subsidiaritas & proporsionalitas, subsidiaritas maksudnya tidak ada cara lain selain membela diri dan proporsionalitas artinya seimbang antara serangan dan pembelaan.
Serangan itu dapat merupakan tindak pidana, tapi hal ini tidak perlu asal saja memenuhi syarat-syarat seperti tersebut diatas. Contoh serangan yang tidak merupakan tindak pidana, misalnya dengan tinju menyerbu seseorang, mengambil catatan untuk di fotocopy guna kepentingan majikannya tapi tidak untuk dimiliki sendiri.
Persoalan yang timbul pada serangan ialah : kapankah ada serangan dan kapankah serangan itu berakhir ?
Sebagai contoh : A menunggu B di luar rumah, maka perbuatan A tersebut, yakni menunggu belum dapat dikatakan serangan. Kapan serangan itu ada dan kapan serangan itu berlangsung menurut Hazewinkel-Suringa, ialah : jika dapat dicegah atau dihilangkan. Istilah mengancam seketika dan langsung berarti bahwa serangan itu sedang berlangsung dan juga bahaya serangannya. Sebagai contoh : pembunuh dengan pisau terhunus menyerbu korbannya.
Kalau misal A menembak B tidak kena dan A tidak menunjukkan akan menembak lagi, tetapi B lalu membalas, maka perbuatan b itu bukanlah perbuatan pembelaan karena terpaksa, karena disini terjadi serangan balasan. Tentu saja perbuatan B itu harus dilihat dalam keadaan yang menyertai perbuatan itu. Terhadap serangan yang tidak melawan hukum tidak mungkin ada pembelaan darurat.
Apakah perbedaan antara keadaan darurat dan pembelaan darurat ?
1. Dalam keadaan darurat dapat dilihat adanya perbenturan antara kepentingan hukum, kepentingan hukum dan kewajiban hukum serta kewajiban hukum dan kewajiban hukum. Dalam pembelaan daruart situasi darurat ini ditimbulkan oleh adanya perbuatan melawan hukum yang bisa dihadapi secara sah, dengan perkataan lain dalam keadaan darurat hak berhadapan dengan hak, sedang dalam pembelaan darurat, hak berhadapan dengan bukan hak.
2. dalam keadaan darurat tidak perlu adanya serangan, sedang dalam pembelaan darurat harus ada serangan.
3. Dalam keadaan darurat orang dapat bertindak berdasarkan berbagai kepentingan atau alasan sedang dalam pembelaan darurat, pembelaan itu syarat-syarat sudah ditentukan secara limitative (pasal 49 ayat (1)).
4. Sifat keadaan darurat tidak ada keseragaman pendapat dari pada penulis yakni ada yang berpendirian sebagai alasan pemaaf dan ada sebagai alasan pembenar, sedang dalam pembelaan darurat para penulis memandang sebagai alasan pembenar ialah sebagai penghapus sifat melawan hukum.
Dalam hubungan pembelaan darurat ini ada satu perbuatan orang yang disebut putatief noodweer, disini kesengajaan dihilangkan karena orang mengira bahwa dia berada dalam keadaan di mana harus mengadakan pembelaan darurat dalam hal ini harus di lihat peristiwa dari peristiwa oleh karena itu maka harus diterangkan dalam proses verbal.
BELA PAKSA LAMPAU-NOODWEER EXCES (PASAL 49 AYAT 2 KUHP)
(pelampauan batas pembelaan darurat atau bela paksa lampau batas)
 
Istilah exces dalam pembelaan darurat tidak dapat kita jumpai dalam pasal 49 ayat (2). Pasal tersebut bunyinya : “tidak dipidana seseorang yang melampaui batas pembelaan yang diperlukan, jika perbuatan itu merupakan akibat langsung dari suatu kegoncangan jiwa yang hebat yang disebabkan oleh serangan itu”.
Untuk adanya kelampauan batas pembelaan darurat ini harus ada syarat-syarat sebagai berikut :
1. Kelampauan batas pembelaan yang diperlukan, melampaui asas subsidairitas dan proporsionalitas seperti yang diisyaratkan dalam pasala 49 ayat (1) KUHP, pasal 49 ayat (2) dan ayat (1) itu mempunyai hubungan yang erat, maka syarat pembelaan yang tersebut dalam pasal 49 ayat (1) disebut sebagai syarat dalam pasal 49 ayat (2). Disini pembelaan itu perlu dan harus diadakan dan tidak ada jalan lain untuk bertindak. Cara dan alat tersebut harus dibenarkan pula oleh keadaan.
2. Pembelaan dilakukan sebagai akibat yang langsung dari kegoncangan jiwa yang hebat (suatu perasaan hati yang sangat panas). Termasuk disini adalah rasa tajut, bingung, dan mata gelap.
3. kegoncangan jiwa yang hebat itu disebabkan karena adanya serangan, dengan kata lain : antara kegoncangan jiwa tersebut dan serangan harus ada hubungan kausal. Yang menyebabkan kegoncangan jiwa yang hebat itu harus penyerangan itu dan bukan misalnya karena sifat mudah tersinggung. Disini juga yang perlu dilihat apakah serangan itu dapat menimbulkan akibat kegoncangan jiwa yang hebat bagi orang biasa pada umumnya.
Sifat dari noodweer exces adalah menghapuskan kesalahan (pertanggungjawaban pidana), jadi sabagai alasan pemaaf sementara perbuatannya tetap bersifat melawan hukum.
MENJALANKAN PERINTAH UNDANG-UNDANG (PASAL 50 KUHP).
Pasal 50 KUHP menentukan bahwa “tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan”. Mula-mula Hoge Raad (HR) menafsirkan secara sempit, yang dimaksud dengan UU ialah : undang-undang dalam arti formil, hasil perundang-undangan dari DPR dan/atau raja. Tetapi kemudian pendapat HR berubah dan diartikan dalam arti materiil, yaitu tiap peraturan yang dibuat oleh alat pembentuk undang-undang yang umum. Dalam hubungan ini persoalannya adalah apakah perlu bahwa peraturan perundang-undangan itu menentukan kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan sebagai pelaksanaan. Dalam hala ini umumnya cukup, apabila peraturan itu memberi wewenang untuk kewajiban tersebut dalam melaksanakan perundang-undangan ini diberikan suatu kewajiban.
 
Dengan perkataan lain kewajiban / tugas itu diperintahkan oleh peraturan undang-undang. Dalam hukum acara pidana dan hukum acara perdata dapat dijumpai adannya kewajiban dan tugas-tugas/wewenang yang diberikan pada pejabat/orang untuk bertindak, untuk dapat membebaskan diri dari tuntutan hukum. Jadi untuk dapat menggunakan pasal 50 ini maka tindakan harus dilakukan secara patut, wajar dan masuk akal. Jadi dalam tindakan ini seperti dalam daya memaksa dan dalam pembelaan darurat harus ada keseimbangan antara tujuan yang hendak dicapai dengan cara pelaksanaannya.
Misalnya : Pejabat polisi, yang menembak mati seorang pengendara sepeda yang melanggar peraturan lalu lintas karena tidak mau berhenti tanda peluitnya, tidak dapat berlindung dibawah pasal 50 KUHP ini. Kejengkelan pejabat tersebut tidak dapat membenarkan tindakannya. Perbuatan orang yang menjalankan peraturan undang-undang tidak bersifat melawan hukum, sehingga pasal 50 tersebut merupakan alasan pembenar. Kadang-kadang dalam melaksanakan peraturan undang-undang dapat bertentangan dengan peraturan lain. Dalam hal ini dipakai pedoman : “lex specialis derogate legi generaki” atau “lex posterior derogate legi priori”. Yang diperbolehkan adalah tindakan eksekutor yang melaksanakan eksekusi terhadap terpidana mati.

MELAKSANKAN PERINTAH JABATAN (PASAL 51 AYAT (1) DAN (2)).
Sesuai pasal 51 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksankan perintah jabatan yang sah”, maka orang dapat melaksanakan undang-undang sendiri, akan tetapi juga dapat menyuruh orang lain untuk melaksankannya. Maka jika seorang melakukan perintah yangsah ini maka ia tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum.
Contoh kasus : seorang Letnan Polisi diperintah oleh Kolonel Polisi untuk menangkap pelaku tindak pidana. Colonel polisi tersebut berwenang untuk memerintahkannya. Jadi dalam hal ini letnan polisi tersebut melaksanakan perintah jabatan yang sah. Bilamanakah perintah itu dikatakan sah ? apabila perintah itu berdasarkan tugas, wewenang atau kewajiban yang didasarkan kepada suatu peraturan. Anatar orang yang diperintah dan orang yang memerintah harus ada hubungan jabatan dan harus ada hubungan sub-ordinasi (hubungan atasan dan bawahan), meskipun sifatnya sementara, misalnya seperti permintaan bantuan oleh pamong praja kepada angkatan bersenjata (sesuai pasal 413 KUHP). Dalam pasal 51 inipun cara melaksanakan perintah harus patut dan wajar, pula harus seimbang dan tidak boleh melampaui batas kepatutan. Perintah jabatan ini adalah alasan pembenar.
Syarat pasal 51 ayat (2) KUHP, dikatakan melakukan perintah jabatan yang tidak sah menghapuskan dapat dipidananya seseorang. Dalam keadaan ini perbuatan orang ini tetap bersifat melawan hukum, akan tetapi pembuatnya tidak dipidana, apabila memenuhi syarat :
1. jika ia mengira dengan itikad baik bahwa perintah itu sah.
2. perintah itu berada dalam lingkungan wewenang dari orang yang diperintah.
Sebagai contoh : seorang agen polisi mendapat perintah dari kepala kepolisian untuk menangkap seorang agitator dalam suatu rapat umum atau umumnya seorang yang dituduh telah melakukan kejahatan, tetapi ternyata perintah tidak beralasan atau tidak sah. Disini agen polisi tidak dapat dipidana karena : ia patut menduga bahwa perintah itu sah dan pelaksanaan perintah itu ada dalam batas wewenangnya.
Contoh lainnya :
Seorang kepala kantor memerintahkan kepada bendaharawan untuk mengeluarkan sejumlah uang guna sesuatu pembelian, misal : mobil, yang tidak masuk dalam mata-anggaran. Andaikata bendaharawan tiu melaksanakan perintah tersebut tapa akibatnya ? perintah tersebut tidak sah karena pembelian mobil itu tidak termasuk dalam wewenang bendaharawan tersebut, sebabnya ialah pengeluaran dari pemerintah sudah ditentukan pos-pos tertentu. Disini bendaharawan itu dapat dipidana, karena ia patut menduga bahwa perintah itu tidak sah.
Catatan :
Mengenai ketaatan seorang bawahan kepada atasannya Hazewinkel-Suringa mengatakan, bahwa ketaatan yang membuta tidak mendisculpeert” (tidak patut di pidananya perbuatan).
Contoh lainnya :
Seorang kepala polisi memerintahkan anak buahnya untuk memukuli seorang tahanan yang menjengkelkan. Andaikata bawahan ini mengira bahwa perintah itu sah maka ia tetap dapat dipidana, karena memukul seorang tahanan tidak termasuk wewenang dari seorang anggota polisi. Sifat dari perbuatan seorang yang melakukan perbuatan karena perintah jabatan yang tidak sah ialah : perbuatannya tetap perbuatan yang melawan hukum, tetapi behubung dengan keadaan pribadinya maka ia tidak dapat dipidana. Keadaan tersebut adalah merupakan alasan pemaaf.


ALASAN PENGHAPUS PIDANA DI LUAR UU.
Dimuka telah dibicarakan tentang alasan penghapus pidana yang berupa alasan pembenar dan pemaaf (atau alasan penghapus kesalahan) yang terdapat dalam KUHP, diluar undang-undang pun ada alasan penghapus pidana, misalnya :
a. hak dari orang tua, gurur untuk menertibkan anak-anak atau anak didiknya (tuchtrecht);
b. hak yang timbul dari pekerjaan (beroepsrecht) seorang dokter, apoteker, bidan dan penyelidik ilmiah (misalnya untuk vivisectie);
c. ijin atau persetujuan dari orang yang dirugikan kepada orang lain mengnai suatu perbuatan yang dapat dipidana, apabila dilakukan tanpa ijin atau persetujuan (consent of the victim);
d. mewakili urusan orang lain (zaakwaarneming);
e. tidak adanya unsur sifat melawan hukum yang materiil (arrest dikter hewan);
f. tidak adanya kesalahan sama sekali (avas, pada arrest susu dan air).
ALASAN PENGHAPUS PIDANA PUTATIEF DAN AVAS.
Ada kemungkinan bahwa seseorang mengira telah berbuat sesuatu dalam daya paksa atau dalam keadaan pembelaan darurat atau dalam menjalankan undang-undang atau dalam melaksanakan perintah jabatan yang sah, pada kenyataannya ialah bahwa tidak ada alasan penghapus pidana tersebut dalam hal ini ada alasan penghapus pidana yang putatief. Dapatkah orang tersebut dipidana ? sesuai dengan pendapat MJ van Bemmelen orang tersebut tidak dapat dijatuhi pidana, apabila dapat diterima secara wajar bahwa ia boleh berbuat seperti itu. Ia dapat berlindung pada “taksi” (avas). Menurut Jan Remmelink, AVAS merupakan singkatan dari afwezigheid van alle schuld, jika ada kasus-kasus di mana kita dapay membuktikan bahwa tiada kesalahan sama sekali maka kita dapat menggunakan avas untuk : kasus-kasus khusus, terjadi eror fact (kekeliruan yang berkenaan dengan situasi factual) atau eror yuridis (kekeliruan yang berkenaan dengan situasi yuridis). Alasan penghapus pidana putatief merupakan alasan penghapus kesalahan atau alasan pemaaf.